Laman

Senin, 02 Oktober 2017

Kata "Bid'ah" Bisa Memecahkan Umat?

Sejarah ummat Islam di Indonesia mudah dipecah-pecah oleh kata Bid'ah?
Tengoklah sejarah, jika ingin sejahtera.

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirobbil'alamiin, Allahumma solli ala Muhammad, Wa ala ali Muhammad. Gusar dihati penulis selalu melanda hingga pagi dini hari ini. Ketika setelah pulang dari Bogor pukul 19:30 malam, setelah istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah karena perjalanan, datanglah seorang tetangga untuk bertamu yang awalnya minta tolong untuk dijelaskan mengenai suatu ilmu ekonomi dan pajak. Namun, setelah penjelasan dirasa cukup, perbincangan menjalar ke masalah agama yang menceritakan tentang permasalahan ilmu agama yang dia dapatkan ketika mengikuti aktifitas jamaah majelis ilmu yang tidak disebutkan namanya. Dia bercerita mengenai semua ilmu yang pernah disampaikan di dalam majelisnya. Dari mulai tauhid hingga permasalahan bid'ah. Saya tekankan di sini, bahwa saya sebagai penulis tidak terlalu suka dengan kata "bid,ah". Namun, karena saya harus menghargai tamu saya, maka saya harus mendengarkan dengan seksama. Namun pada kali ini saya tidak akan menulis tentang bid'ah. Akan tetapi, saya akan menyampaikan suatu pemikiran tentang sejarah dampak dari kata "Bid'ah" yang selalu dikontroversialkan di Indonesia ini oleh kalangan-kalangan tertentu.

Menurut pemikiran saya, kata bid'ah yang selalu digembor-gemborkan untuk memojokkan kalangan tertentu oleh kalangan tertentu, hanya akan memecah persatuan umat saja. Terutama di Indonesia ini, yang notabene umat Islam menjadi umat mayoritas terbesar. Dampaknya selain akan memecah persatuan umat Islam, tentunya akan memecah persatuan Indonesia. Bagaimana tidak? setiap umat Islam di Indonesia melaksanakan sebagian ajaran Islam terdahulu, selalu dianggap bid'ah. Ini bid'ah, itu bid'ah. Bagaimana jika kata bid'ah diganti dengan kalimat "tidak ada di dalam tuntunan agama" saja. Mungkin akan lebih persuasif.

Pemikiran saya ini akhirnya membawa saya untuk membaca-baca informasi mengenai bid'ah ini. Yang pada akhirnya saya perlu untuk mencari referensi di google search dengan kalimat "hati-hati..umat Islam dipecah dengan kata Bid'ah". Dan hasilnya adalah saya menemukan suatu informasi yang menurut saya cukup bagus untuk saya jadikan bahan referensi . Yaitu yang berasal dari web "CakNun". Di dalam web tersebut terdapat artikel yang menjelaskan tentang "Sejarah Umat Islam Indonesia Dipecah-pecah". Pembaca bisa melihat Web Caknun di sini

Di dalam web Caknun tersebut terdapat kalimat kutipan yang tertulis : 

"sekarang ada formasi baru persekongkolan internasional yang bekerja keras dan sangat strategis untuk menghancurkan Islam dan Indonesia. Kemudian agak lebih mengarah: merampok kekayaan Negara Indonesia, dengan cara memecah belah Bangsa Indonesia dan utamanya Ummat Islam.” (Muhammad Ainun Najib). 

Kutipan tersebutlah yang akhirnya membuat saya tertarik untuk terus membacanya hingga akhir. Kalimat kutipan tersebut menurut penulis di web Caknun berasal dari tulisan Mbah Nun berjudul Ummat Islam Indonesia Dijadikan Gelandangan di Negerinya Sendiri yang mengutarakan di antaranya tentang setting pemecahbelahan umat Islam, tentang bagaimana seharusnya ummat Islam bersikap di tengah kepungan globalisasi yang ingin mengeruk sumber daya alam Indonesia sebanyak-banyaknya demi kenyamanan dan kemakmuran kehidupan mereka.

Lanjut oleh penulis web Caknun, mengatakan Bahkan seorang Menteri Jajahan Baud mengungkapkan bahwa Jawa adalah gabus tempat Naderland mengapung. Gabus itu adalah tenaga, sumber daya alam Indonesia. Sekarang rupanya banyak orang dari penjuru dunia memiliki kepentingan yang sama, mengincar Indonesia agar mereka nyaman mengapung, ongkang-ongkang di atas sofa, sambil pesta-pesta. Di dalam web Caknun pun penulis web Caknun mencantumkan sumber atau referensi dari mana datanya dia ambil.

Pertama, penulis Web Caknun bercerita tentang Diponegoro (1785-1855), seorang pangeran Jawa yang mengobarkan peperangan selama lima tahun (1825-1830). Perlawanannya membuat pemerintahan Hindia Belanda kalang kabut. Demi mematahkan Diponegoro, pemerintah Hindia Belanda — menurut informasi dari Pramoedya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja — mempertaruhkan kas Negara. Perbedaharaan hartanya ludes. Diponegoro melawan dengan menyatukan kekuatan Islam. Ia datang ke pondok-pondok pesantren, guru-guru mengaji, mengenakan pakian bersorban ala Islam, memberi gelar pasukannya dengan gelar-gelar Islam.

Lalu Diponegoro mendapatkan pendidikan Islam dari Simbah Putrinya sendiri yang asli Madura. Masa kecil Diponegoro adalah ikut dengan kakek-neneknya yang menyingkir di Tegalsari. Sebelumnya tidak ada perlawanan terhadap Belanda sekeras Diponegoro, karena kalangan santri dengan kalangan priyayi tidak pernah akur, mereka saling tusuk dari belakang atau berhadap-hadapan.

Menurut penulis Web Caknun jika kita membaca buku berjudul Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro (1786-1855) tulisan Pater Carey, bahwa jatuhnya Diponegoro karena adanya perpecahan di kalangannya Islam sendiri. Adalah Diponegoro dan Kiai Mojo, dua pimpinan pokok perang Jawa ini pecah kongsi. Menurut Carey, jika dia bisa dipercaya, mereka punya kepentingan sendiri-sendiri. Pada 12 November 1828 Kiai Mojo menyerahkan diri kepada Belanda. Kepada Belanda dia mengaku: “Gagasan pertamanya, yang membuat saya rela ikut berperang adalah bahwa Diponegoro menjanjikan saya untuk memulihkan agama kami. Ketika percaya akan hal itu, saya bergabung dengan sepenuh hati. Tetapi di kemudian hari saya menemukan ini bukanlah tujuan riil-nya, karena dengan cepat ia mulai merancang dan membangun sebuah keraton baru.”

Pada Januari 1830 patih Diponegoro yang setia, Raden Adipati Abdullah Danurejo juga pergi membelot kepada Belanda dan semakin melemahkan kekuatan Diponegoro.

Selain itu, penulis Web Caknun memberikan Contoh lain mengenai pemecahbelahan umat Islam adalah kasus Sayyid Usman. Untuk menilik kasus ini, penulis Web Caknun telah mencoba membaca tulisan Jajat Burhanudin berjudul Islam dan Kolonilasme: Sayyid Usman dan Islam di Indonesia Masa Penjajahan.

Adalah Sayyid Usman, seorang ilmuwan Islam di zaman kolonial yang lahir pada 1 Desember 1882 di Pekojan, Batavia. Karena ketidaksetujannya kepada tarekat Naqsyabandiyah, ia membujuk pemerintah Hindia Belanda untuk mengangkatnya menjadi penghulu yang mengurusi urusan ummat Islam di Indonesia. Ia menulis kitab berjudul al-Naṣīḥah al-‘Anīqah li al-Mutalabbisīn bi al-Ṭarīqah (Batavia 1883), dan digunakan oleh pemerintah Belanda dalam menangani peristiwa Cianjur 1885. Kemudian Sayyid Usman melakukan korespondensi dengan ilmuwan yang menentukan kebijakan tentang orang Islam di Indonesia, ia adalah Snouck Hurgronje.

Dalam surat bertanggal 8 Juli 1888 kepada Snouck, Sayyid Usman menyatakan kesediaannya mengabdi kepada Belanda. Dia secara tegas menyatakan hasratnya untuk diangkat sebagai penasehat untuk urusan Islam dan Arab, sebagai mufti pemerintah. Karya Sayyid Usman berjudul Minhāj al-Istiqāmah fī al-Dīn bi al-Salāmah (1889-1890) berisi daftar sekitar dua puluh dua contoh praktik bid’ah terlarang yang dilakukan oleh umat Muslim.

Melihat kasus ini kita bisa melihat adanya kesamaan pola cara pemecah belahan ummat antara zaman dulu dengan zaman sekarang yaitu dengan cara membid’ahkan. Menuduh kelompok lain melakukan perbuatan-perbuatan di luar ajaran Islam. Begitulah penulis Web Caknun menulis dalam webnya.

Begitulah kira-kira isi dari Web Caknun yang membahas tentang Sejarah Perpecahan Umat Islam di Indonesia. Dari tulisan tersebut kita bisa belajar dan memahami, bahwa ada banyak kalangan-kalangan tertentu diluar sana yang dengan kepentingannya ingin selalu memecahkan umat Islam terutama di Indonesia. Untuk itu, marilah kita sebagai umat Islam, jangan mudah tergoyahkan oleh suatu "kata" yang bisa memecahkan ummat Islam. Diantaranya perang bid'ah yang bisa saja tanpa kita sadari adalah merupakan awal permasalahan perpecahan umat yang akan mengkhawatirkan perpecahan suatu bangsa. 

Bagi para generasi penerus bangsa, janganlah kalian melupakan ajaran orang tua kalian. Karena sesungguhnya ajaran orang tua di Indonesia tentulah sangat cocok dan bermanfaat untuk persatuan bangsa ini. Jangan sampai, para Pahlawan-Pahlawan bangsa yang telah mati-matian berjuang untuk persatuan bangsa ini menjadi kabur hanya lantaran ketidaksadaran kalian dirasuki oleh kata Bid'ah.  Terima kasih Web Caknun yang telah memberikan sedikit sejarah dengan referensinya. Semoga bermanfaat untuk semua. Wassalamualaikum Wr. Wb. 
Share:

Popular Posts

Doc Video

Info Keuangan Majelis

No Keterangan Kas Jumlah
01 Tot.Pend.Kas Sblmnya Rp3.782.000
02 Pend.Kas Jumat Lalu Rp116.000
03 Tot.Pend.Kas Rp3.898.000
04 Piutang Majelis Rp600.000
05 Peralatan Majelis Rp40.000
06 Kas Majelis Rp3.258.000
07 Biaya Sumbangan Rp400.000
08 Biaya Majelis Rp1.228.500
09 Saldo Kas Majelis Rp1.629.500

Info Pos Kas Majelis (Peny. 2018)

No Jenis Pos Kas Persen Jumlah
01 Kas Subuh 32,5% Rp627.088
02 Kas Zuhur 20% Rp385.900
03 Kas Ashar 27,5% Rp530.613
04 Kas Maghrib 15% Rp289.425
05 Kas Isya 5% Rp96.475

Jadwal Solat


jadwal-sholat

Arsip Blog